Minggu, 26 September 2010

Fiqih

FIQIH








Resume
Di sajikan sebagai bahan diskusi Kelas
Pada Mata Kuliah Fiqih
Dosen Pembimbing : Ahmad Tarmidzi M.E,d
Oleh :
Rahmad Debiyono (09260020)
Abdulrahman (09260001)

JURUSAN PBA FAKULTAS TARBYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
2010
PENDAHULUAN

Segala puji bagi allah yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat menghadirkan makalah ini yang akan menjadi bahan diskusi yang disajikan pada matakuliah fiqih yang berkaitan dengan muamalah yaitu riba, syirkah, bank, dan asuransi.shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pembimbing umat, rasulullah Muhammad saw.bagi sanak keluarganya, para sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Islam adalah suatu system dan jalan hidup yang utuh dan terpadu. Ia memberika panduan terhadap semua aspek kehidupan, termasuk sektor bisnis dan transaksi lainnya yang berkaitan dengan muamalat. Kita sebagai generasi penerus islam sepatutunya memahami dan lebih mengerti tentang muamalat janga sampai kita dibodoh-bodohi oleh agama lain seoalah-olah agama kita tidak membahas permasalahan ini. Jadi semoga dengan bembahasan ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca dengan keterbatasan waktu maupun keterbatasan pengetahuan kami dan membangkitkan semangat keingintahuan pembaca khususnya.
Sebelumnya saya mintaaf kalau ada kesalahan dalam pembahasan yang ada dalam makalah ini ataupun salah dalam penulisan, kami juga manusia dan sesungguhnya manusia tidak luput dari kesalahan.
wassalaam








A. DEFINISI RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah(tambahan). Dalam pengertian lain, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-memimjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
Mengenai hal ini, allah SWT mengingatkan dalam firmannya,

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَأكُلوا أَموٰلَكُم بَينَكُم بِالبٰطِلِ إِلّا أَن تَكونَ تِجٰرَةً عَن تَراضٍ مِنكُم ۚ وَلا تَقتُلوا أَنفُسَكُم ۚ إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُم رَحيمًا ﴿٢٩﴾
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…”(an-nisaa’: 29)
Dalam kaitanya dengan pengertian batil dalam ayat tersebut, ibnu al-arabi al-maliki dalam kitabnya, ahkam al-qur’an, menjelaskan,

“pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang(transaksi bisnis) yang dibenarkan syariah.”

Jenis-Jenis Riba

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
a. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Jenis Barang Ribawi

Para ahli fiqih islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi itu meliputi:

1. emas dam perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainya;
2. bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitannya dengan perbangkan syariah, implementasi ketentuan tukar-menukar antar barang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut.

1. jual beli antar barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebutpun harus diserahkan saat transaksi jual beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp5.000,00 dengan Rp5.000,00 dan diserahkan ketikan tukar-menukar.
2. jual beli antar barang-barang ribawi berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual beli. Misalnya, Rp5.000,00 dengan 1 dollar amerika.
3. jual beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya, mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.
4. jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu adad, misalnya pakaian dengan barang elektronik.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Sekali lagi, Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
• Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
• Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
• Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
• Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
• Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
• Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
• Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

• Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
• Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Larangan Riba Dalam Al-qur’an Dan As-sunnah

Umat islam dilarang mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-qur’an dan hadist Rasulullah saw.

1. Larangan Riba dalam Al-qur’an
Larangan riba yang terdapat dalam Al-qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada allah SWT.

وَما ءاتَيتُم مِن رِبًا لِيَربُوَا۟ فى أَموٰلِ النّاسِ فَلا يَربوا عِندَ اللَّهِ ۖ وَما ءاتَيتُم مِن زَكوٰةٍ تُريدونَ وَجهَ اللَّهِ فَأُولٰئِكَ هُمُ المُضعِفونَ ﴿٣٩﴾
“Dan suatu riba(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”(ar-rum: 39)
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk.allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba .

فَبِظُلمٍ مِنَ الَّذينَ هادوا حَرَّمنا عَلَيهِم طَيِّبٰتٍ أُحِلَّت لَهُم وَبِصَدِّهِم عَن سَبيلِ اللَّهِ كَثيرًا ﴿١٦٠﴾ وَأَخذِهِمُ الرِّبوٰا۟ وَقَد نُهوا عَنهُ وَأَكلِهِم أَموٰلَ النّاسِ بِالبٰطِلِ ۚ وَأَعتَدنا لِلكٰفِرينَ مِنهُم عَذابًا أَليمًا ﴿١٦١﴾
“maka, disebakan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan-makanan) yang baik-baik(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan kerena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”(an-nisaa’: 160- 161)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak diperaktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman:

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تَأكُلُوا الرِّبوٰا۟ أَضعٰفًا مُضٰعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ ﴿١٣٠﴾
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipatganda dan bertaqwalah kamu kepada allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”(ali imran: 130)
Ayat ini turun pada tahun ke-3 hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu.
Tahap terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَروا ما بَقِىَ مِنَ الرِّبوٰا۟ إِن كُنتُم مُؤمِنينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِن لَم تَفعَلوا فَأذَنوا بِحَربٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسولِهِ ۖ وَإِن تُبتُم فَلَكُم رُءوسُ أَموٰلِكُم لا تَظلِمونَ وَلا تُظلَمونَ ﴿٢٧٩﴾
“hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa-sisa riba) maka ketahuilah bahwa allah dan rasulnya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiyaya.”(al-baqarah: 278-279)
2. Larangan Riba dalam Hadits
Pelarangan riba dalam islam tidak hanya merujuk pada al-qur’an, melainkan juga al-hadits. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui al-qur’an, pelarangan riba dalam hadits kebih terinci.
Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 hijriah, rasulullah saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba.
“ingatlah bahwa kamu akan mengahadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidak adilan.”
Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah riba.

B. Pengertian Syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti percampuran. Sedangkan menurut istilah syirkah berarti kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama. Landasan hukum syirkah terdapat dalam Al Quran surat 38 ayat 34 yang artinya adalah
“ Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka itu berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini.”
Dan dalam sabda Rasulullah yang artinya “ Aku ini ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak mengkhianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya, aku keluar dari antara mereka.”

Rukun Syirkah dan Syaratnya
Rukun syirkah:
• Ijab
• Qobul
Syarat-syarat:
• Pembagian keuntungan yang jelas dan diketahui orang pihak-pihak yang bersyirkah.
• merdeka, baligh dan pintal
• Mencampukan harta

Macam-macam Syirkah
1. Syirkah Amlak
Ialah bahwa lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad. Biasanya syirkah jenis ini tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

2. Syirkah Uqud
Ialah bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan. Rukunnya adalah adanya ijab dan qabul. Hukumnya menurut mazhab hanafi membolehkan semua jenis syirkah apabila syarat-syarat terpenuhi.

Macam-macam Syirkah Uqud adalah:
a) Syirkah Inan, adalah persekutuan dalam urusan harta oleh dua orang bahwa mereka memperdagangkan dengan keuntungan dibagi dua

b) Syirkah Mufawadhah, adalah bergabungnya dua orang atau lebih untuk melakukan kerja sama dalam suatu urusan, dengan syarat-syarat:
• Samanya modal masing-masing
• Mempunyai wewenang bertindak yang sama
• Mempunyai agama yang sama
• Bahwa masing-masing menjadi si penjamin lainnya atas apa yang dibeli dan yang dijual.
Syirkah, baru dikatakan berlaku jika masing-masing berakad untuk itu.
c) Sirkah Wujuh, adalah bahwa dua orang atau lebih membeli sesuatu tanpa permodalan yang ada hanyalah berpegang kepada nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka dengan catatan bahwa keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggung jawab tanpa kerja atau modal.

d) Syirkah A’maal, adalah dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya dua orang arsitek bekerja sama untuk menggarap sebuah proyek. Musyarakah ini kadang-kadang di sebut syirkah abdan atau sana’i.

Cara Mengakhiri Syirkah
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia.
4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

Aplikasi dalam Perbankan
a. Pembiayaan proyek
Al-musyarakah biasaanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal venture
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melalui investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.



C. Pengertian Asuransi
Menurut pasal 246 Watboek zan Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksuddengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang perniagaan pasal 246.
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Ahli fikih kontemporer Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi sauransi dalm dua bentuk, yaitu at-ta;min at-ta’awuni dan at-ta’min bi qist sabit.
a) At-ta’min at-ta;awuni atau asuransi tolong-menolong adalah “kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kemudaratan.
b) At-ta’min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah “akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Muhammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko di anatara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam digunakan istilah at-takaful al-ijtima’I atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan dan membantu mengatasi kesulitan, anggota masyarakat Islam yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain. Hal ini sejalan dengan HR. Bukhari Muslim: “Orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan, antara satu bagian dan bagian yang lainnya saling menguatkan sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar” dan HR. Bukhari Muslim lainnya, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah satu anggota tubuhnya merasakan kesakitan maka seluruh anggota tubuhnya yang lain turut merasa kesakitan dan berjaga-jaga (agar tak berjangkit pada anggota yang lain).”

Dasar Hukum
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hokum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asauransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hokum Islam.
1. Al-Qur’an
Diantaranya ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah:
a. Surah Al-Maidah ayat 2
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا تُحِلّوا شَعٰئِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهرَ الحَرامَ وَلَا الهَدىَ وَلَا القَلٰئِدَ وَلا ءامّينَ البَيتَ الحَرامَ يَبتَغونَ فَضلًا مِن رَبِّهِم وَرِضوٰنًا ۚ وَإِذا حَلَلتُم فَاصطادوا ۚ وَلا يَجرِمَنَّكُم شَنَـٔانُ قَومٍ أَن صَدّوكُم عَنِ المَسجِدِ الحَرامِ أَن تَعتَدوا ۘ وَتَعاوَنوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوىٰ ۖ وَلا تَعاوَنوا عَلَى الإِثمِ وَالعُدوٰنِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَديدُ العِقابِ ﴿٢﴾
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
Ayat ini memuat perintah (amr) tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana social (tabarru’). Dana sosial ini berbentuk rekening tabarru’ pada perusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril).

b. Surah Al-Baqarah ayat 185
يُريدُ اللَّهُ بِكُمُ اليُسرَ وَلا يُريدُ بِكُمُ العُسرَ وَلِتُكمِلُوا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلىٰ ما هَدىٰكُم وَلَعَلَّكُم تَشكُرونَ ﴿١٨٥﴾
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupannya dimasa mendatang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak disengaja.


c. Surah Ali Imran ayat 145 dan 185
Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang Telah ditentukan waktunya…” (QS. Ali Imran:145)
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (QS. Ali-Imran:185)
Kedua ayat diatas menjelaskan bahwa kematian (ajal) adalah sesuatu yang bersifat pasti adanya dan akan menimpa bagi sesuatu yang memiliki nyawa (nafs), termasuk di dalamnya manusia. Seorang manusia tidak dapat melepaskan dirinya dan berlari dari kematian. Dalam hal ini kewajiban yang harusnya dilakukan oleh manusia adalah meminimalisasikan kerugian yang diakibatkan oleh kematian dengan cara melakukan perlindungan jiwanya untuk kepentingan ahli waris. Karena seseorang melakukan perlindungan jiwanya dengan berasuransi akan meringankan beban ekonomi ahli waris yang ditinggalkannya. Sebaliknya orang yang tidak melakukan proteksi pada dirinya secara tidak langsung akan memberikan beban bagi keluarga. Yang ditinggalkannya karena tidak ada dana yang tersimpan dalam bentuk tabungan untuk keperluan hidup dimasa mendatang.

2. Al-Hadist
a. Hadist Tentang Aqilah
Artinya: “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata: Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW., maka Rasaulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap wanita tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki)”. HR. Bukhari




Keputusan Konfrensi Negara-Negara Islam Sedunia Di Kualalumpur Mengenai Asuransi
Mengingat asuransi sudah terdapat dan berjalan di sebagian besar negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam maka negara-negara Islam sedunia berkonfermasi dengan keputusan-keputusan sebagai berikut.
1) Asuransi yang di dalamnya terdapat unsur riba dan eksploitasi adalah haram.
2) Asuransi yang bersifat koperatif hukumnya halal:
• Asuransi yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan oleh manusia (sekumpul manusia) atas dasar koperatif;
• Suatu asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha dapat dilakukan oleh pemerintah;
• Konferensi menganjurkan pemerintah-pemerintah Islam untuk mengadakan asurans yang bersifat koperatif antara negara-negara Islam.
Peserta-peserta asuransi ini membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat ia berhak menerimanya.
3) mengingat pentingnya perdagangan internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada sekarang diangga halal, berdasarkan hukum darurat.

Asuransi Dalam Sistem Islam
Dijelaskan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia karena kecelakaan dan konsekuensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, badai, dan kecelakaan- kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta kerugianfinansial yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti diatas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menuntut asuransi untuk diperlakukan sebagai kebutuhan dasar manusia pada ruang lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.
Keperluan perindungan menghadapi malapetaka dan kerugian finansial yang berkaitan dengan yang dihadapi setiap orang sama pentingnya dengan pemeliharaan ketertiban. Untuk melenyapkan akibat buruk dari jenis kecelakaan yang diungkapkan di atas yang berkaitan dengan ketentuan kesejahtraan umum dan jaminan sosial, dalam suatu sistem yang Islami merupakan tugas negara untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan yang muncul akibat kecelakaan mendadak, cacat bawaan, pengangguran sementara, usia lanjut ataupun kematian wajar dari pencari nafkah keluarga. Pada umumnya negara-negara akan mengandalkan pendapatnya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini. Dalam kasus tertentu, sejumlah sumber khusus dapat juga disadap untuk keperluan ini, misalkan pihak majikan dibebani atas nama para pegawai dan pekerja mereka, pihak pemerintah dibebani atas nama para pegawai negeri sebagaimana halnya upah atau gaji.
Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh muhammad Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut.
a. Semua asuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai angota badan maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota badan atau kesehatan manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, badan pertolongan dan ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika memutuskan masalah pengangguaran, apakah tindakan yang harus dilakuka oleh majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan menganggurannya orang yang bersangkutan. Bersama dengan ini haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.
Asuransi seperti diatas juga harus menjadi kepentingan negara dengan membawa semua asuransi ke bawah wewenang dilaksanakan oleh negara. Negara harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kekayaan dan harta milik orang banyak dari kebakaran, banjir, kerusakan gempa bumi, badai, dan pencurian. Kesempatan haruslah diberikan kepada setiap individu untuk mengambil asuransi terhadap kerugian finansial yang terjadi. Uang ganti rugi hendaklah ditetapkan dalam setiap kasus menurut persetujuan kontrak sebelumnya yang menjadi dasar pembayaran premi oleh pemilik kekayaan. Dalam seseorang jatuh miskin disebabkan oleh suatu musibah, orang tersebut harus ditolong dari kemiskinannya dengan sistem jaminan sosial. Jaminan ini mesti dapat diperoleh tanpa pembayaran premi apa pun. Akan cocok kiranya jika perusahaan-perusahaan besar seperti industri pesawat terbang wajib untuk diasuransikan, rumah tempa tingal juga dapat dipertimbangan menurut jalur-jalurini, badan swasta yang melakukan usaha asuransi bagi brang-barang kekayaan juga dapat diizinkan.

b. Hendaklah sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan kecelakaan dimasukan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan serta kntrak-kontrak yang bisa diserahkan kepada sektor swasta.








KESIMPULAN
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti.
Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
Dalam islam tidak ada namanya bunga bank, namun yang diterapkan oleh bank-bank yang berbasis syariah adalah musyarakah atau bagi hasil






DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad syafi’i. bank syariah dari teori ke praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Qardhawi, Muhammad Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam, Jakarta: PT. Bina Ilmu, 1993.
Saeed, Abdullah. Bank Islam dan Bunga, yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
























.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar