Minggu, 26 September 2010

Tafsir Al-qur'an Surat Al-Baqarah ayat: 30-31

TAFSIR TARBAWI
Surat Al baqarah Ayat 30 - 31









Resume
Di sajikan sebagai bahan diskusi Kelas
Pada Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pembimbing : Moh. Rifa’i M.Ag

Oleh :
Rahmad Debiyono (09260020)
Elisa (09260005)

JURUSAN PBA FAKULTAS TARBYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG 2010
1. PENDAHULUAN
اسلامعليكم ورحمة الله وبرا كا تة
Al-Qur’an adalah kalam Allah (verbum dei) yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Sejumlah pengamat Barat memandang al-Qur’an sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya menimbulkan masalah khusus bagi mereka. Sekalipun bahasa Arab yang digunakan dapat dipahami, terdapat bagian-bagian di dalamnya yang sulit dipahami. Kaum Muslim sendiri untuk memahaminya, membutuhkan banyak kitab Tafsir dan Ulum al-Qur’an. Sekalipun demikian, masih diakui bahwa berbagai kitab itu masih menyisakan persoalan terkait dengan belum semuanya mampu mengungkap rahasia al-Qur’an dengan sempurna.
Ulum al-Qur’an sebagai metodologi tafsir sudah terumuskan secara mapan sejak abad ke 7-9 Hijriyah, yaitu saat munculnya dua kitab Ulum al-Qur’an yang sangat berpengaruh sampai kini, yakni al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, karya Badr al-Din al-Zarkasyi (w.794 H) dan al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, karya Jalal al-Din al-Suyuthi (w. 911 H).
‘Ilm Munâsabah (ilmu tentang keterkaitan antara satu surat/ayat dengan surat/ayat lain) merupakan bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini posisinya cukup urgen dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sebagaimana tampak dalam salah satu metode tafsir Ibn Katsir ; al-Qur’an yufassirû ba’dhuhu ba’dhan, posisi ayat yang satu adalah menafsirkan ayat yang lain, maka memahami al-Qur’an harus utuh, jika tidak, maka akan masuk dalam model penafsiran yang atomistik (sepotong-sepotong).
واسلامعليكم ورحمة الله وبرا كا تة








2. PEMBAHASAN
Surat Al-baqarah 30-31
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ
وَإِذ قالَ رَبُّكَ لِلمَلٰئِكَةِ إِنّى جاعِلٌ فِى الأَرضِ خَليفَةً ۖ قالوا أَتَجعَلُ فيها مَن يُفسِدُ فيها وَيَسفِكُ الدِّماءَ وَنَحنُ نُسَبِّحُ بِحَمدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قالَ إِنّى أَعلَمُ ما لا تَعلَمونَ ﴿٣٠﴾ وَعَلَّمَ ءادَمَ الأَسماءَ كُلَّها ثُمَّ عَرَضَهُم عَلَى المَلٰئِكَةِ فَقالَ أَنبِـٔونى بِأَسماءِ هٰؤُلاءِ إِن كُنتُم صٰدِقينَ ﴿٣١﴾
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"




3. TAFSIR SURAT AL – BAQARAH AYAT 30 -31
a. Manusia Wakil Allah di Bumi

Dalam ayat – ayat ini kepemimpinan dan ke khalifahan di nyatakan dengan resmi. Dengan begitu, kedudukan spiritual manusia dan nilai semua manfaat di sandarkan dalam surat Al-baqarah ayat 30-31 menunjukkan secara sempurna adanya kekuatan dan kebesaran Allah Swt, di samping kewajiban bersyukur dan beribadah kepadanya. Setelah itu, Al-qur’an mulai menceritakan tentang penciptaan manusia dan respons yang muncul dari malaikat tentang penciptaan manusia, dan kedudukan manusia di antara makhluk yang lain.

Dalam ayat-ayat ini, yang di mulai dari ayat 30 dan berakhir pada ayat 39, Penciptaan Nabi Adam As (manusia pertama) di singgung dan tiga persoalan yang fundamental juga di sampaikan :
1. Allah memberitahu pada malaikat mengenai ke khalifahan manusia di bumi dan pertanyaan mereka kepada Allah Swt.
2. Para Malaikat di perintahkan bersujud di hadapan manusia pertama, Nabi Adam As. Situasi ini di singgung dalam banyak ayat dalam Al-qur’an.
3. Ilustrasi situasi Nabi Adam As dan kehidupan di surga serta peristiwa-peristiwa yang menyebabkan dia di keluarkan dari surge, kemudian taubatnya Nabi Adam As dan keharusan dia dan istrinya tinggal di dunia di perlihatkan.

Kita boleh menafsirkan Khalifah ini dengan tiga tafsiran :
Pertama : Bahwa Bumi dahulu kala di huni oleh makhluk lain, selain manusia. Kemudian Allah Swt, menginginkan Nabi Adan As menjadi Khalifah di Bumi ini.
Kedua : Sebagai Khalifah Allah Swt di bumi, sebab Allah Swt telah member keistimewaan berupa akal. Dan penciptaan akal itu tidak keluar dari ruang lingkup kehendak Nya. Dan dalil pendapat ini adalah firman Allah Swt ; (Q.S Al-Ahzab : 72)

إِنّا عَرَضنَا الأَمانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ وَالجِبالِ فَأَبَينَ أَن يَحمِلنَها وَأَشفَقنَ مِنها وَحَمَلَهَا الإِنسٰنُ ۖ إِنَّهُ كانَ ظَلومًا جَهولًا ﴿٧٢﴾

Artinya : “Sesungguhnya kami telah mengeluarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka manusia enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan di pukul amanat itu oleh manusia. Sesunggunya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (Q.S Al-Ahzab : 72)
Ke tiga : Sebagai khalifah Malaikat dengan pertimbangan bahwa mereka adalah penghuni di Bumi.

Adapun sifat-sifat Khalifah ini akan menjadi pantulan cahaya sifat Allah Swt dan posisinya lebih tinggi dari pada Malaikat. Atas kehendaknyalah, bumi dan segala potensinya di persembahkan sesuai dengan kehendak Manusia.
Manusia pasti memiliki kebijakan, kecerdasan, konsep nan luas dan kapasitas khusus sehingga dia mampu menjalankan kepemimpinan dan kedaulatan atas makhluk-makhluk Bumi.
Karena itu dalam ayat pertama di katakana “Ketika Tuhan mu berkata kepada para Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan Khalifah di muka Bumi ini. . . . .”
Menurut para ulama besar dan intelektual Islam, serta para pakar dalam bidang Tafsir, makna objektif dari “Khalifah” (Wakil) adalah wakil Ilahiah di muka Bumi, karena pertanyaan yang di ajukan oleh para Malaikat. Yang mengatakan bahwa umat manusia mungkin akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di permukaan Bumi ini sedangkan mereka (para Malaikat) bertasbih kepadanya. Menguatkan makna ini bahwasanya wakil Allah Swt di muka Bumi tidak bersesuaian dengan perbuatan seperti ini.
Dalam sebuah Hadist Imam Ash-Shadiq ra, ketika menafsirkan ayat-ayat ini, menyinggung makna yang sama dan berkata bahwa para Malaikat, setelah mengetahui kedudukan Adam, menyadari bahwa Ia dan keturunannya layak menjadi wakil-wakil Allah Swt di Bumi ini dan berperan sebagai pembimbing manusia dengan izin Allah Swt.
Kemudian dalam ayat ini, para Malaikat menyampaikan sebuah pertanyaan untuk memahami realitas dan bukan sebagai tanda protes.
“Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya seseorang yang akan berbuat kerusakan di dalamnya ? “
Karena mereka sudah mengetahui apa yang di lakukan oleh penghuni Bumi sebelum Manusia. Jika pendapat ini di benarkan, mereka telah berbuat kerusakan di dalam Bumi dan melakukan tindakkan pertumpah darahan di muka Bumi ini. Atau para Malaikat telah mengetahui bahwa makhluk yang memiliki keinginan dan pilihan pasti akan berbuat kerusakan. Hal itu karena di ketahui bahwa Malaikat tidak memiliki bentuk pilihan-pilihan.
Atau bahwa Allah Swt telah menjelaskan kepada para Malaikat tabiat manusia dan apa yang akan terjadi dengan tabiat tersebut.
Barangkali para Malaikat mengira bahwa penciptaan Manusia di maksudkan untuk menyingkirkan mereka. Maka mereka pun berkata :
وَنَحنُ نُسَبِّحُ بِحَمدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ...........……
“…….padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan Mensucikan Engkau…….” (Q.S Al-Baqarah : 30)
إِنّى أَعلَمُ ما لا تَعلَمونَ.........………
“……..sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui……..” ((Q.S Al-Baqarah : 30)

Argumen pertama adalah bahwa Adam mempelajari nama-nama segala sesuatu kemudian mengajarkannya kepada para Malaikat yang sebelumnya tidak mengenal nama-nama tersebut. Oleh karena itu mereka berkata :
سُبحٰنَكَ لا عِلمَ لَنا إِلّا ما عَلَّمتَنا ۖ إِنَّكَ أَنتَ العَليمُ الحَكيمُ ﴿٣٢﴾……
“…… Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau pelajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana” (Q.S Al-baqarah : 32)
Demikianlah Allah Swt, telah menciptakan manusia dengan kedudukan lebih tinggi di bandingkan makhluk-makhluk lain, maka ia harus memanfaatkan kenikmatan ini. Adapun orang yang ingkar terhadap nikmat-Nya, kemudian melampiaskan keinginan-keinginannya kepada hal-hal yang buruk, maka ia akan di kembalikan ke tingkat yang sangat rendah lebih rendah dari hewan. Sebab ia sudah di beri ikhtiar namun tidak memanfaatkannya dengan baik. Justru memilih jalan yang penuh dengan syahwat, jalan dosa, dan perilaku hewan.

b. Ujian Kepada Para Malaikat
Telah di jelaskan di atas tadi bahwa salah satu ujian kepada Malaikat bahwa para Malaikat mengira bahwa di ciptakan Manusia oleh Allah Swt di maksudkan untuk mengingkarkan mereka.
Para ahli Tafsir, dari sudut pandang berbagai gaya penafsiran mereka, telah melontarkan pendapat. Pendapat yang berbeda menyangkut kata “mengajarkan nama-nama” yang telah di jelaskan dalam pembahasan sebelumnya, akan tetapi nama-nama ini maksudnya bukan mengajarkan beberapa kata yang tidak penting. Karena hal itu tidak di pandang sebagai kemuliaan Nabi Adam As.
Di riwayatkan dalam sebuah Hadist, Imam Ash-Shadiq ra di Tanya mengenai makna ayat ini, beliau menjawab, “Maksud nama-nama adalah ; daratan, gunung gemunung, lembah, palung sungai (dan secara keseluruhan segala hal)”. Kemudian Imam Ash-Shakar itu pun termasukdiq ra melihat tikar yang ada di bawahnya dia berkata, “Tikar itu pun termasuk benda-benda yang di ajarkan kepada Nabi Adam As.
Akan tetapi para Malaikat yang tidak memiliki pengetahuan seperti itu gagal dalam siding tersebut dan tidak lulus dalam ujian Allah Swt. Karena itu mereka menjawab :
“Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana”.


4. KESIMPULAN
Dalam ayat Al-qur’an Surat Al-baqarah ayat 30 menceritakan kepada kita tentang Penciptaan Nabi Adam As, dan sekaligus memberitahu bahwa dia adalah makhluk pertama yang di ciptakan di dunia untuk menjadi khalifah. Artinya manusia itu sebenarnya di muliakan oleh Allah swt, sehingga menjadikan Nabi Adam As (umat manusia) untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini. Meskipun pada awalnya para Malaikat bertanya mengapa Allah swt menciptakan manusia yang akan berbuat kemungkaran di bumi, tapi Allah swt menjawab dalam firman Nya di akhir surat “Aku lebih tahu dari kalian”.
Adapun dalam surat Al-baqarah ayat 31 menerangkan Nabi Adam As di angkat menjadi khalifah di muka bumi, lebih dahulu kepadanya di berikan ilmu dan pengenalan, kesanggupan pikiran yang luas, serta alat-alat yang di perlukan penguasa. Dengan ilmu dan kesanggupan pikiran yang luas itulah Nabi Adam As dan anak cucunya kelak akan menggali sumber daya alam serta mendayagunakan dan menghasilgunakannya dalam arti yang seluas-luasnya.

Daftar Pustaka
Imani Allamah kamal faqih, Tafsir Nurul Qur’an, Al huda, 1424 H
Surin Bachtiar, Terjemah dan tafsir Al-qur’an, Angkasa Offset, Bandung 1993
Azis jam’ah Amin abdul, Wasiat Qur’ani Aktivis Harakah, Uswah klop pro Media,Yogyakarta 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar